Namaku Selina, salah seorang pengurus pada bahagian Pemasaran di sebuah kilang di Bayan Lepas Pulau Pinang. Saya berumur 34 tahun, berasal dari tempat Skudai Johor. Saya sudah bersuami dan memiliki seorang si kecil yang baru berumur 16 tahun. Kawan-kawanku kaget saya memiliki si kecil lelaki yang telah remaja. Sebetulnya saya kahwin muda selepas SPM. Mungkin dah gatal kot. Suamiku tua dariku dua tahun.
Wujud badanku solid dikatakan kurus dengan tinggi badan kurang lebih 5 kaki 4 inci, dengan berat badannya kurang lebih 43 kg. Aku dadanya berukuran kecil melainkan padat, pinggangnya sungguh-sungguh ramping dengan bahagian perut yang datar. Kulitnya kuning langsat dengan raut muka yang manis.
Jumlah pengawai di kilang hal yang demikian ada 12 orang, yang terbagi dalam 2 bahagian, yang menjadi boss pada bahagian Pemasaran hal yang demikian yaitu Steven, seorang yang berasal dari England. Masing-masing bahagian mempunyai pengurus dan saya yaitu salah satunya daripadanya. Pengurus bahagian lainnya bernama Mona. Masing-masing bahagian, kecuali pengurus terdiri dari 6 staff, yang kesemuanya wanita.
Boss Pemasaran iaitu Steven, tinggal di Kuala Lumpur sendirian, kerana isteri dan si kecil-buah hatinya konsisten tinggal di England. Steven tinggal di wilayah Bukit Jambul, di sebuah rumah besar yang disediakan oleh pihak majikan kepadanya. Di rumahnya cuma ada seorang asisten wanita dan seorang tukang kebun yang merangkap sebagai penjaga rumah.
Semasa berprofesi saya dapati Steven acap kali mengamati tajam ke arahku khususnya ke arah buah dadaku yang membengkak dan punggung yang sedikit menonggek dikala berjalan. Saya tahu ramai lelaki acap kali mengamati ke arah punggungku dan ramai cuba membikin relasi intim denganku melainkan saya masih loyal dan sayang terhadap suamiku.
Sehingga pada suatu hari Steven sudah memanggilku memasuk biliknya. Aku saya masuk Steven terus pandang tajam ke arahku. Naik risau saya dibuatnya. Saya lihat ia resah. Tanpa berselindung Steven sudah berterus jelas denganku, ia berkeinginan membikin relasi seks denganku. Saya kaget!
Aku Steven, ia telah lama tak buat relasi seks kerana keluarganya berada di England. Saya mengucapkan padanya kenapa dia tak melangan pelacur sahaja. Steven tak mahu membikin relasi dengan pelacur bimbang ada penyakit HIV. Jadi pada pendapatnya cuma saya saja yang boleh menolong dan beliau juga telah lama beratensi denganku.
Saya mengucapkan padanya, saya telah bersuami dan tak mahu menjalankan curang pada suamiku. Sungguhpun Steven terus merayu padaku melainkan saya sudah buat keputusan dan beredar dari bilik itu.
Agenda dengan fungsinya sebagai pengurus bahagian pemasaran, karenanya kadang-kadang saya terpaksa mengadakan perjalanan ke cawangan-cawangan kilang lain untuk mengunjungi mengenal permasalahan-permasalahan besar.
Pada pertengahan bulan Jun, pada dikala kejadian ini terjadi, Steven sudah mengajak saya sekali melawat kilang di Johor, memandangkan saya berasal ketimbang Johor dan seorang staffnya yang bernama Mona menjalankan perjalanan ke Johor untuk menjalankan kunjungan perniagaan di sana. Aku perjalanan kali ini memakan waktu 3 hari. Kami menginap di sebuah hotel berbintang. Saya dan Mona menempah satu kamar bersama dengan ukuran daerah tidur yang besar cukup untuk dua orang.
Perjalanan kali ini tak terlalu menggembirakan bagi saya, disebabkan kerana selama ini orang-orang di pejabatnya sudah mengenal bahawa hakekatnya antara Steven dan Mona memiliki relasi istimewa.
Mona yaitu seorang wanita berkarier, berumur 31 tahun, belum menikah. Mona sendiri tubuhnya termasuk kecil, dengan tinggi cuma 5 kaki 3 inci. Kulitnya sedikit kecoklatan dengan wajah yang manis. Badannya kurus dengan pinggang yang ramping dan buah dada yang kecil padat. Mona yaitu keturunan Jawa yang berasal dari Perak.
Ia Steven yaitu seorang lelaki sasa yang berbadan tegap, berdada bidang dengan tinggi 184 cm. Steven berumur kurang lebih 36-37 tahun. Sesampainya telah cukup lama bertugas di Malaysia sehingga kesanggupan berbahasa Melayu dengan bagus dengan loghatnya malah sudah cukup lancar.
Sesudah di Johor Baharu, sesudah check in di hotel mereka segera mengadakan kunjungan pada sebagian kilang, yang dijalankan hingga dengan sesudah makan malam.
Aku selesai berurusan dengan syarikat, mereka kembali ke hotel, di mana Steven dan Mona melanjutkan acara mereka dengan duduk-duduk di bar hotel sambil berbual dan minum-minum. Saya pada mulanya diajak juga, namun kerana merasa sungguh-sungguh penat, dan di samping itu dia juga merasa tak nikmat mengganggu mereka, karenanya dia lebih dahulu kembali ke kamar hotel untuk tidur.
Aku tengah malam, saya tiba-tiba terbangun dari tidurnya, hal ini disebabkan kerana dia merasa daerah tidurnya bergerak-gerak dan terdengar bunyi-bunyi aneh. Dengan pelan-lahan saya membuka matanya untuk mengintip apa yang terjadi.
Hatiku terkisap memandang Steven dan Mona sedang bergomol. Keduanya berada dalam situasi bogel sama sekali. Mona yang bertubuh kecil itu, sedang berada di atas Steven seperti layaknya seseorang yang sedang menunggang kuda, dengan bokongnya yang naik turun dengan kencang. Dari mulutnya terdengar bunyi mendesis yang terbendung, “Ssshhh… sshhh…” kerana mungkin takut membangunkan saya. Kedua tangan Steven sedang meramas-ramas kedua buah dada Mona yang kecil melainkan padat berisi itu.
Saya sungguh-sungguh panik dan berada dalam posisi yang serba salah. Jadi ia cuma kapabel terus berlagak seperti sedang tidur. Saya menginginkan mereka kencang selesai dan Steven seketika kembali ke biliknya. Sepatutnya saya akan menegur Mona supaya tak menjalankan hal seperti itu lagi di kamar mereka.
Aku mereka bisa menjalankan hal itu di kamar Steven sehingga mereka bisa mengerjakannya dengan bebas tanpa terganggu oleh siapa malah. Dari bau whisky yang tercium, ternyata keduanya masih berada dalam situasi mabuk. Saya berupaya keras untuk bisa tidur kembali, meskipun hakekatnya dia merasa sungguh-sungguh terganggu dengan gerakan dan bunyi-bunyi yang dimunculkan oleh mereka.
Pada dikala saya mulai terlelap, tiba-tiba dia menikmati sesuatu sedang merayap pada bahagian pahanya. Saya sungguh-sungguh kaget dan tubuhnya mengejang, kerana pada dikala ia amati, terbukti tangan kanan Steven sedang mencuba untuk mengusap-ngusap kedua pahaku yang masih tertutup selimut.
Saya berpura-pura masih terlelap dan mencoba mengintip apa yang hakekatnya sedang terjadi. Aku permainan Steven dan Mona telah selesai dan Mona dalam situasi kepenatan serta mengalami kepuasan yang baru dinikmatinya, telah tergeletak tidur.
Steven yang masih berada dalam situasi bogel dengan posisi badan separuh tidur di samping saya, sambil bergantung pada siku-siku tangan kiri, tangan kanannya sedang berupaya menyingkap selimut yang diterapkan saya.
Saya menjadi sungguh-sungguh panik, pada mulanya, saya berkeinginan bangun dan menegur Steven untuk menghentikan perbuatannya, akan melainkan di pihak lain ia merasa tak elok kerana pasti akan membikin Steven malu, kerana dipikirnya Steven menjalankan hal itu lebih disebabkan kerana Steven masih berada dalam situasi mabuk. Aku saya memastikan untuk konsisten berpura-pura tidur dengan kemauan Steven akan menghentikan kegiatannya itu.
Akan melainkan harapannya itu terbukti sia-sia belaka, malahan secara pelan-lahan Steven bangkit dan duduk di sampingku. Tangannya menyingkap selimut yang menutupi tubuh saya dengan pelan-lahan dan dari mulutnya menggumam pelan.
“Psssttt sayang, mari ku tolong merasakan sesuatu yang baru… nih.. ku tolong melepaskan seluar dalammu…, tidak bagus bila tidur gunakan seluar dalam,” sambil tangannya yang tadinya mengelus-elus bahagian atas pahaku bergerak naik dan mengendalikan tepi seluar dalamku, kemudian menariknya dengan pelan-lahan ke bawah meluncur di antara kedua kakiaku.
Badan saya menjadi kaku dan ia tak tahu sepatutnya bertindak bagaimana. Saya seakan-akan berubah menjadi patung, fikirannya menjadi gelap dan matanya dirasakannya berkunang-kunang.
Steven memandang kedua gundukan bukit kecil dengan belahan sempit di tengahnya, yang ditutupi oleh rambut hitam kecoklatan halus yang tak terlalu lebat di antara paha atas saya. Kini dibanding dengan Mona, kepunyaan saya lebih menawan dan rapat. Jari-jari Steven membuka satu persatu kancing pakaian dalam saya, sambil tangannya bergerak terus ke atas dan kini dia menyingkapkan semua selimut yang menutupi tubuh saya, sehingga terlihatlah payudara saya yang membukit kecil dan padat dengan putingnya yang kecil berwarna cokelat tua.
Semenjak saya tergeletak dengan tubuhnya yang tanpa selimut, dengan kakinya yang panjang dan bokong yang penuh berisi, serta buah dada yang kecil padat dan belahan di antara paha atas yang membukit kecil, benar-benar sungguh-sungguh menstimulasi nafsu daya seksualitas Steven.
Steven telah tak cakap membendung nafsunya, batangnya yang baru saja terpuaskan oleh Mona, kini bangkit lagi, tegang dan siap tempur. Ia dikala itu Steven bercita-cita untuk tak akan membebaskanku. Keindahan terlalu berharga untuk di biarkan, Steven akan merasakan tubuhku berulang-ulang pada malam ini.
Aku tubuh saya terlalu sayang untuk disimpan olehku sendiri pikir Steven. Steven menyokong tubuhku dan mulai meramas-ramas payudaraku yang sudah terbuka itu.
“Sayang, you akan aku didik merasakan sesuatu yang sedap, asal you bagus-bagus berdasarkan apa yang akan aku tunjukkan”.
Kesedaranku mulai kembali secara pelan-lahan dan dengan tubuh gemetarku pelan-lahan membuka matanya dan memandang Steven yang sedang merangkak di atasku. Saya mencoba menyokong badan Steven sambil berkata, “Steven, apa yang sedang kamu lakukan ini? Sedarlah Steven, saya kan telah bersuami, jangan kamu teruskan perbuatanmu ini!”.
Kerana menganggap Steven berada dalam situasi mabuk, saya mencuba membujuk dan mennyedarkan Steven. Akan melainkan Steven yang sudah sungguh-sungguh terstimulasi memandang tubuhku yang molek halus mulus dan bugil di depan matanya mana ingin memahami, apalagi batangnya sudah dalam situasi sungguh-sungguh tegang.
“Pantas!!!!!!!! Lihat buah dadamu, padat sungguh-sungguh. Agenda dengan seleraku! You memang jago menjaga tubuhmu, sayang!” kata Steven sambil menekan tubuhnya ke tubuhku.
Saya berupaya bangun berdiri, akan melainkan tak kapabel dan saya tak berani terlalu berperilaku kasar, kerana takut Steven akan membalas berlaku kasar padanya. Ia dalam posisinya itu saja dia telah tak ada lagi kemungkinan untuk lari. Sambil menjilat bibirnya Steven meringkuk di sisiku.
“Lina, lebih bagus you meniru kemauanku dengan manis, bila tak aku akan memaksa you dan aku perkosa you habis-habisan. Pelan you turuti, you akan menikmati kenikmatan dan tak akan sakit”. Lalu tangannya ditangkupkan di buah dadaku, sambil meremas-remasnya dengan sungguh-sungguh bernafsu, sambil menikmati kehalusan dan kepadatan buah dadaku.
“Body you ok sungguh-sungguh!” kata Steven. “Cuba you berpusing Lina!”.
Namun-lahan dengan perasaan yang putus impian saya berpusing membelakangi Steven. Dan dirasakanya tangan Steven kini ada di pantatku meramas dan menyentuh-raba. Kemudian Steven menyelak rambutku, dan dihirupnya leherku dengan hidungnya sementara lidahnya menyusuri leher saya. Sambil menjalankan hal itu tangan Steven bermigrasi menuju kemaluanku.
Pada bahagian yang membukit itu, tangannya bermain-main, mengelus-elus dan menekan-nekan, sambil berkata, “Kasihan you, Lina, pasti suami you tak tahu metode membahagiakan you? Sesudah hening aja sayang, dengan aku, you tak akan lupa seumur hidup, you bakal menikmati bagaimana menjadi wanita sejati!”. Sambil memutar kembali tubuh saya.
Aku itu Steven mengambil tanganku dan meletakkannya di alat vitalnya yang sudah sungguh-sungguh tegang itu. Aku menikmati tangannya meraba benda hangat yang besar lagi keras itu, tubuh saya tersentak, sungguh besar dan panjang. Saya rasa lebih ketimbang 10 inci dan besarnya, sebesar lengan bayi.
Belum sempat saya bisa berfikir dengan terang, terasa badannya sudah ditelentangkan oleh Steven dan dengan kencang Steven sudah bertinggung di antara kedua kakinya yang dengan paksa terkangkang dengan luas pengaruh tekanan lutut Steven.
Saya rasa batang yang sebesar itu tak muat untuk pukiku yang kecil. Tambahan saya telah lama tak beranak. Kini dibanding dengan suamiku, batang suamiku terlalu kecil, lebih kurang 5 inci sahaja.
“Oooooohhhhhhhhh…”
Dengan sebelah tangannya mengarahkan batangnya yang besar, Steven lalu merekatkan ujung batangnya ke bibir buritku, “Apa you ingin aku usulan itu?”
“Aaahhh… jangaaann… jaaangaaann… Steveeennnn…”, saya dengan bunyi merayu-rayu masih berupaya mencuba menghambat niat Steven.
Saya mencuba mengeser pinggulku ke samping, berupaya menghindari batang besar Steven supaya tak bisa menerjah masuk ke dalam liang kewanitaannya. Sambil tersenyum Steven berkata lagi, “You tak bisa kemana-mana lagi, lebih bagus you membisu-membisu saja dan merasakan permainan aku ini!”.
Steven lalu memajukan pinggulnya dengan kencang dan menekan ke bawah, sehingga batang besarnya yang sudah merekat pada bibir kemaluanku dengan kencang menerjah masuk kepala batang yang besar, hampir sebesar bola tennis ke dalam liang buritku dengan tanpa bisa dihambat lagi.
“Aaaadduuuhhhh……” Terasa terkoyak pukiku. Mengalir air mataku. Hancurlah kehormatanku.
Batang Steven mengayun-ayun menampar bahagian bawah buritku, sementara saya mengah-mengah kerana dorongan keras Steven.
Saya belum pernah menikmati dikala seperti ini, tiap-tiap bahagian tubuhnya serasa sungguh-sungguh peka kepada stimulan. Aku dadaku terstimulasi dikala ditindih oleh dada Steven. Diri saya telah lupa bila saya sedang diperkosa, saya tak peduli pada tubuh besar Steven yang sedang bergerak naik turun menindih tubuhku yang langsing.
Saya mulai menikmati suatu sensasi kenikmatan yang menggelitik di bahagian bawah tubuhnya, buritku yang sudah terisi oleh batang besar dan panjang milik Steven, terasa menggelitik dan menyebar ke semua tubuhnya, sehinggaku cuma dapat menggeliat-geliat dan mendesis mirip orang kepedasan. Saya cuma berupaya merasakan semua rasa sedap yang dinikmati tubuhnya.
Semenjak saya mencoba untuk berupaya aktif dengan turut menggerakkan pinggulnya meniru melodi gerakan Steven di atasnya. Steven memandang saya mengerang, merintih dan mengejang tiap-tiap kali ia bergerak. Dan saya telah mulai terbiasa meniru gerakannya.
Steven menikmati tanganku merangkul erat pada punggung bawahnya mengelus-elus ke bawah dan meremas-remas bokongnya serta menariknya ke depan supaya kian merapat pada tubuhku. Steven terus menggosok-gosokkan batangnya pada kelentitku.
Steven kini berkeinginan membikin saya orgasme lebih-lebih dulu. Saya kian terstimulasi dan tidak terkendali lagi tiap-tiap kali bahagian tubuhnya bergerak meniru tekanan dan sodokan Steven, kini wajahku terbenam di dada bidang Steven mulutnya mengah-mengah seperti ikan terdampar di pasir, dengan pelan-lahan mulutnya bergeser pada dada Bossnya dan sambil terus menjilat akibatnya tiba pada puting susu Steven.
Semenjak saya secara semulajadi mulai menyedut dan menghisap puting susu Steven, sehingga badan Steven mulai bergetar juga merasa nikmatnya. Batang Steven terasa kian keras, sehingga Steven kian ganas saja menggerakkan bokongnya menekan pinggulku dalam-dalam.
Saya menikmati burit ku mengemut, sambil berupaya membendung rasa geli yang tak terlukiskan menggelitik semua dinding liang alat vitalnya dan menjalar ke semua tubuhku. Perasaan itu makin lama makin kuat menguasainya sehingga seakan-akan menutupi kesedaranku dan membawa saya melayang-layang dalam kenikmatan yang tak pernah dialaminya selama ini dan tak bisa dilukiskan maupun diuraikan dengan kata-kata. Kenikmatan yang dialamiku terefleksi pada gerakan tubuhku yang meronta-ronta liar tanpa terkendali bagaikan ikan yang menggelepar-gelepar terdampar di pasir. Desahan panjang penuh kenikmatan keluar dari mulutku yang imut.
“Ooohhhh…., aagghh…, adduhhh..!”.
Kedua paha ku melingkari bontot Steven dan dengan kuat menjepit serta menekan ke bawah, disertai tubuhnya yang mengejang dan kedua tangannya mencengkeram alas daerah tidur dengan kuat, benar-benar suatu orgasme yang dahsyat sudah melandaku.
Steven menikmati batangnya terjepit dengan kuat oleh dinding kemaluanku yang berdetak-detak disertai isapan kuat seakan-akan hendak menelan batang batangnya. Terasa benar jepitan dinding buritku dan di ujung sana terasa ada “tembok” yang mengelus kepala batangnya.
Aku berehat sebentar dan memandang saya telah agak hening, Steven mulai menekan lagi. Hentakan Steven kali ini seketika dibalas oleh ku, pinggulnya bergerak-gerak “aneh” namun kesannya luar awam.
Batang Steven terasa digilas dari pangkal hingga kepalanya. Lalu masih ditambah dengan kepelbagaian, dikala pinggulku stop dari gerakan aneh itu, tiba-tiba Steven menikmati batangnya terjepit dengan kuat dan dinding-dinding kemaluanku berdetak-detak secara teratur, sekitar 4-5 kali detak menjepit, baru kemudian bergoyang aneh lagi.
Wah, suatu sensasi melanda perasaan Steven, suatu relasi kelamin yang belum pernah dinikmatinya dengan wanita manapun juga selama ini. Menyesal Steven kerana tak dari dahulu menikmatinya. Gerakan aneh di dalam liang kemaluanku makin beraneka. Hingga Steven bahkan minta saya stop bergoyang untuk sekedar menarik napas panjang. Lumatan dinding kemaluanku pada batang Steven membuatnya geli-geli dan serasa akan ‘meledak’.
Steven tak berkeinginan kencang-kencang hingga, kerana masih berkeinginan merasakan “elusan” burit ku. Amat gerakan-gerakan di dalam liang kewanitaanku kian menggila dan kian liar. Aku akibatnya Steven sepatutnya menyerah, tidak kapabel membendung lebih lama lagi perasaan sedap yang melandanya, kian kencang Steven bergerak mengimbangi goyangan pinggulku, kian terasa pula stimulan yang akan meletupkan lahar panas yang sedang menuju klimaks, mendaki puncak, dikala-dikala yang paling sedap.
Dan akibatnya, pada tikaman yang terdalam, terasa nak terkencing pengaruh kedalaman tusukan batang Steven, Steven menumpahkan maninya kuat-kuat, sambil mengejang, melayang, bergetar. Pada detik-detik dikala Steven melayang tadi, tiba-tiba kakiku yang pada mulanya mengangkang, diangkatnya dan menjepit pinggul Steven kuat-kuat. Sesudah sungguh-sungguh kuat. Lalu tubuhnya turut mengejang sebagian detik, mengendor dan terus mengejang lagi, lagi dan lagi…
Saya malah tak cakap membendung dorongan orgasme yang melandanya lagi, punggung ku melengkung ke atas, mata ku terbeliak-beliak, serta keseluruhan tubuh ku bergetar dengan hebat tanpa terkendali, seiring dengan meledaknya kenikmatan orgasme di buritku. Orgasme kedua dari saya.
“Stevennnmm, aduuuh, Stevennnm, aahhhhh…, aaduuhh…, nikmaaatt.., Steven….!”.
Steven tersenyum puas memandang tubuh ku tergoncang-goncang kerana orgasme selama 15 detik tanpa henti-hentinya. Kemudian tangan ku dengan eratnya menekan bontot Steven ke arah selangkangannya sambil kakinya menggelepar-gelepar ke kiri kanan. Steven malah terus menggerakkan batangnya untuk menggosok kelentit ku.
Aku orgasmenya selesai, tubuh ku segera terkulai lemas tidak berdaya, tergolek, dengan kedua tangan dan kakinya terbentang melebar ke kiri kanan. saya merasa bahagian-bahagian tubuhnya seolah terlepas dan badannya tak bisa digerakkan sama sekali.
Aku gelombang dahsyat kenikmatan yang melandanya surut, saya kembali ke alam kongkrit dan menyadari bahwa ia sedang tergolek di bawah tindihan badan lelaki mat saleh berkulit putih yang bukan suaminya yang baru saja memberikan kepuasan yang tiada tara padanya. Suatu perasaan malu dan menyesal melandanya, bagaimana saya demikian itu gampang ditaklukkan oleh lelaki hal yang demikian.
Tanpa terasa air mata penyesalannya mengalir keluar dan saya mulai menangis tersedu-sedu. Dengan tubuhnya yang masih menghimpit badan ku, Steven mencuba memujuk ku dengan memberikan beraneka alasan antara lain kerana dia terlalu banyak minum sehingga tak bisa mengawal dirinya.
No comments:
Post a Comment