Breaking

Monday, February 18, 2019

Cerita Dewasa Panas Bercumbu dengan Istri Sahabat Sendiri Karena Utang

Cerita Dewasa Panas Bercumbu dengan Istri Sahabat Sendiri Karena Utang - Saya sesungguhnya tak tega menagih utang pada kawanku yang satu ini. Melainkan, sebab keadaanku juga amat mendesak, saya memberanikan diri dengan kemauan temanku dapat membayar; minimal separuhnya dahulu. Sayang sekali, Darta, kawanku yang baru menikah enam bulan yang lalu ini, tidak dapat membayar barang sedikit malahan. Memang saya paham keadaannya. Dia menikah malahan sebab desakan orang tua Mila, yang sekarang jadi istrinya. Darta sendiri, hingga dikala ini belum punya profesi.

Sebab hari telah larut, saya tahu diri, seketika permisi pada Darta.

“Gua jadi enggak sedap nih..”
“Sudahlah Ta. Gua gak apa-apa koq. Gua hanya nyoba aja, barangkali ada,” saya menukasnya, takut membuatnya jadi muatan pikiran.
“Ma, gua berharap bisikin sesuatu..’ tiba-tiba Darta mendekatkan mulutnya ke arah telingaku. Dan saya benar-benar kaget, dikala Darta menawarkan istrinya untuk kutiduri.
“Edan lu.. Sialan..” ucapku.
“Sstt.. Jangan bising. Gua juga kan berharap balas budi sama elu. Soalnya eu udah banyak bertindak bagus sama gua. Gak ada salahnya kan, sekiranya kita saling berbagi kesenangan..” begitulah sebut Darta dengan serius.

Memang membisu-membisu telah semenjak lama saya senantiasa memandang Mila. Pun saya malahan memuji Darta, dapat menerima gadis secantik Mila. Kecuali perawakannya yang tinggi, Mila mempunyai kulitnya yang putih dan mulus. Tubuhnya menggairahkan. Memang senantiasa terbalutkan rapat, dengan pakaian yang longgar. Melainkan saya bisa membayangkan, alangkah kenyalnya tubuh Mila.


Baru mengamati wajah dan jemari tangannya malahan, saya memang menyenangi lantas berpantasi; membayangkan Mila sekiranya berada di hadapanku tanpa busana. Lalu Mila kugumuli dengan sesuka hati. Melainkan untuk bertindak variasi-variasi, rasanya kubuang jauh-jauh. Sebab saya amat tahu, Mila itu orang bagus-bagus, dan keturunan orang bagus-bagus pula. Lihat saja penampilannya, yang senantiasa terbalutkan sopan dan rapi.

“Lu serius, Ta? Bagaimana dengan Mila? Apa ia berharap?” saya malahan kesudahannya mulai terbuka.
“Kita pasang taktik, donk! Jikalau secara lantas, terang istri gua kagak bakalan berharap,” jawabnya.
“Gimana caranya?” saya penasaran.

Darta kembali membisikan lagi agenda edannya. Saya memang amat mengharapkan hal itu terjadi. Telah kubayangkan, alangkah nikmatnya bersetubuh dengan perempuan duhai seperti Mila.

“Mila..! Mila..! Milaa..!” Darta memanggil istrinya.

Dan tanpa selang waktu lama, Mila ke luar dari dalam kamarnya dengan dandanan yang konsisten rapat.

“Ada apa, Bang?” tanya Mila.
“Bantu belikan rokok ke toko..!” kata Darta sambil merogoh uang ribuan ke dalam sakunya.
“Bagus, Bang,” Mila mendapatkan uang itu, lalu ke luar.

Darta seketika menyuruhku masuk ke dalam kamarnya, seraya masuk ke kolong ranjang. Saya berharap saja, terbaring di tembok dingin, di bawah ranjang. Lalu Darta ke luar lagi. Pintu kamar, kelihatan masih terbuka.

Tak lama kemudian, terdengar bunyi Mila yang datang. Mereka bercakap-sanggup di ruang tetamu. Dan Darta mengatakan sekiranya saya telah pulang, sebab ada ditelepon sama bos-ku. Mila kedengarannya tak banyak tanya. Ia tidak terlalu mempedulikan kehadiranku. Sampai bunyi pintu yang dikunci malahan, dapat terdengar dengan terang.

Kulihat dua pasang kaki menjelang kamar. Pintu ditutup. Dikunci pula. Pun termasuk lampu malahan dinonaktifkan, sehingga mataku tidak mengamati apa-apa lagi. Yang kudengar cuma bunyi ranjang yang berderit dan bunyi ciuman bibir, entah siapa yang mencium. Lalu ada juga yang terdengar bunyi seleting celana, dan napas Mila yang mulai tidak beraturan. Pluk, pluk, pluk.. Sepertinya baju mereka mulai dilemparkan ke lantai, satu persatu.

“Emh.. Ah.. Uh.. Oh..” Terang, itu bunyi milik Mila.
“Euh.. He.. Euh..” nah sekiranya itu, bunyi Darta.

Tampaknya mereka telah mulai bercinta dengam hebatnya. Ranjang malahan hingga bergoyang-goyang demikian itu dahsyat.

“Emh.. Akh.. Ayo Bang.. Aduuh ss..” bunyi Mila membikin nafasku bergerak lebih cepat dari lazimnya.

Saya dapat menikmati, Mila sedang ada dalam puncak nafsunya. Saya telah tak bendung mendengar bunyi dengusan napas kedua insan yang tengah memadu berahi ini. Sampai saya mulai membuka celanaku, bajuku dan celana dalamku. Saya telah telanjang bulat. Lalu saya bergerak pelan, ke luar dari daerah persembunyian, kolong daerah tidur.

Sedangkan situasi amat gelap, tapi saya masih dapat mengamati dua tubuh yang bergumul. Terpenting tubuh Mila, yang putih mulus. Darta telah memasukan penisnya, dan sedang memompanya turun naik, diiringi desahan napas yang tersengal-sengal. Konvensional. Mila sepertinya lebih merasakan berada di posisi bawah, sambil kedua tangannya memeluk erat tubuh Darta, dan kakinya menjepit bokong Darta. Saya mulai tak bendung.

Tiba-tiba Darta kian mempercepat pompaannya. Ranjang bergoyang lebih ganas lagi. Dan bunyi erangan terbendung Mila kian menjadi-jadi.

“Emh, emh, emh, emh.. Ah.. Oh..” Cuma itu yang keluar dari mulut Mila, sebab mulutnya disumpal oleh mulut Darta. Dan kesudahannya.
“Agh.. Agh..!” bunyi Darta mengakhiri pendakian itu.

Melainkan tampaknya Mila belum selesai. Ternyata, kakinya masih menyilang erat, mengunci paha Darta, supaya tidak seketika mencabut penisnya. Melainkan apa hendak dikata, Darta telah lemas. Dia terkapar dengan napas yang lemah-lunglai.

Kans inilah, saatnya saya seharusnya masuk. Karenanya yang direncanakan Darta tadi. Kamu tanpa ragu lagi, saya seketika melompat ke atas ranjang. Meraih tubuh Mila dan lantas menindihnya. Tentu saja Mila terpekik terkejut.

“Siapa Ia..! Kurang didik..! Pergi..! Ke luar..! jangan..! setaan..!” Mila berontak. Dia amat naik pitam tampaknya.
“Mila, saya punya hutang pada kawanku. Saya dia sedikit kans..” Darta yang menjawab, sambil mengelus rambutnya.
“Biadab..! Saya tak berharap..! Lepaskan..! bangsat..!” Mila menunjang tubuhku.

Melainkan sebab nafsuku telah memuncak, saya tidak mungkin menyerah. Kutekan lebih keras tubuhnya, sambil tanganku berupaya menasehati supaya penisku seketika masuk. Mila konsisten meronta. Mila berkali-kali meludahi mukaku. Melainkan saya membisu-membisu menikmatinya. Pun ludahnya bahkan kusedot dari bibirnya, dan kutelan.

Walhasil liang organ intim wanita Mila telah licin, tapi penisku konsisten agak seret untuk seketika menembusnya. Mila terpekik, dikala saya menekan dan memaksakannya sekalian. Bles..! Walhasil masuk juga. Kudiamkan sebagian dikala, sebab saya berharap mencumbu dahulu bibirnya. Mila konsisten berontak, hingga kesudahannya kehabisan daya. Walhasil dia cuma membisu.


Kurasakan ada air mata yang mengalr dari kedua kelopak matanya. Melainkan saya kian bernafsu. Kuremas-remas payu daranya yang rupanya memang cukup besar dan demikian itu kenyal. Lalu saya mulai memompa penisku. Mila terpekik kembali. Kasihan juga, saya memandangnya. Sehingga saya bergerak pelan-lahan, hingga kesudahannya organ intim wanita Mila dapat mengikuti keadaan dengan penisku. Mila tak bereaksi. Dia membisu saja. Melainkan saya amat menikmatinya.

Saya Mila membisu, tentunya jauh lebih sedap dari pada mengerjakannya dengan patung. Saya terus memompanya, hingga napasku mulai ngos-ngosan. Kucoba menyalurkan nafasku ke arah kuping Mila. Dan walhasil cukup baik. Lama kelamaan, di jeda isakan tangisnya, membisu-membisu kurasakan vaginanya diangkat, seakan Mila berharap mendapatkan hunjaman penisku lebih dalam. Tentu saja saya kian bermotivasi. Kupompa lebih pesat lagi. Tiba-tiba isakan tangisnya stop, diganti dengan napasnya yang semakin memburu. Dan yang lebih mengejutkan lagi, kakinya tiba-tiba mengunci pantatku. Saya tersenyum, sambil mencumbui alat pendengarannya.

“Ia menikmatinya, sayang?” bisikku.
“Tetapi..!” ia membentakku. Melainkan saya yakin, Mila cuma tak berharap mengakui kekalahan dirinya. Berbarengan, dikala penisku kucabut, Mila menekan pantatku. Tangannya malahan memeluk tubuhku, supaya saya merapatkannya kembali.

Lalu ada bunyi erangan dari bibirnya yang terbendung. Saya erangan itu, kedua kakinya kian erat menekan pantatku. Dan vaginanya ditekan pula ke atas. Saya malahan amat terstimulus. Sampai detik-detik akhir malahan akan seketika tiba. Kupeluk erat pula tubuh Mila. Kugenjot lebih pesat dan lebih keras. Saya kesudahannya tiba pada genjotan yang terakhir. Saya tekan amat kuat. Kugigit perlahan lehernya.

“Agh.. Agh.. Agh..” Maniku keluar di dalam vaginanya. Begitupun Mila.
“Akh.. Akh.. Akh.. Ss..” begitulah yang keluar dari mulut Mila.

Lalu kemudian Mila menunjang tubuhku dan seakan menyesali dan tidak berharap lagi bersentuhan denganku.

No comments:

Post a Comment