Breaking

Wednesday, April 24, 2019

Cerita Seks Hubungan Terlarang Bercinta Nikmat dengan Mertuaku Sendiri


AKTIFQQ - Perkenalkan dahulu namaku Firman. Telah satu pekan ini akau berada di rumah sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya berprofesi untuk mencontoh suatu pelatihan yang dilakukan di kota lain selama dua pekan.

Terus jelas saja saya jadi kesepian juga rasanya. Sekiranya berharap tidur rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, meskipun umumnya ada istri di sisiku. Memang perkimpoian kami belum dikaruniai buah hati. Maklum baru 1 tahun berjalan. Sebab sendirian itu, dan maklum sebab otak laki-laki, pikirannya jadi kemana-mana.

Saya teringat momen yang saya natural dengan ibu mertuaku. Ibu mertuaku memang bukan ibu kandung istriku, sebab ibu kandung Riris sudah meninggal dunia. Ayah mertuaku kemudian kimpoi lagi dengan ibu mertuaku yang kini ini dan kebetulan tak memiliki buah hati. Ibu mertuaku ini umurnya sekitar 40 tahun, wajahnya ayu, dan tubuhnya benar-benar sintal dan padat pantas dengan wanita idamanku.


Aku dadanya besar pantas dengan pinggulnya. Demikian juga bokongnya juga bahenol banget. Saya kerap kali membayangkan ibu mertuaku itu jika sedang tengadah pasti vaginanya membusung ke atas terganjal bokongnya yang besar itu. Hemm, sungguh menggairahkan.

Aku itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari perkawainanku dengan Riris. Waktu itu saya duduk berdua di kamar keluarga sambil mendiskusikan persiapan perkimpoianku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan itu, ibu mertuaku (waktu itu masih calon) berdiri, aku pikir akan mencari lilin, tapi justru ibu mertuaku memeluk dan menciumi pipi dan bibirku dengan lembut dan mesra. Saya terkejut dan melongo sebab saya tak menduga sama sekali diciumi oleh calon ibu mertuaku yang indah itu.

Hari-hari selanjutnya saya bersikap seperti umum, demikian juga ibu mertuaku. Pada ketika-ketika saya duduk berdua dengan ia, saya kerap kali memberanikan diri memperhatikan ibu mertuaku lama-lama, dan ia umumnya tersenyum manis dan berkata, “Apaa..?, telah-telah, ibu jadi malu”.

Terus jelas saja saya sesungguhnya merindukan untuk bisa berkasih-kasihan dengan ibu mertuaku itu. Saya kadang-kadang amat merasa bersalah dengan Riris istriku, dan juga ayahku mertua yang bagus hati. Kadang-kadang saya demikian kurang didik membayangkan ibu mertuaku disetubuhi ayah mertuaku, saya bayangkan genitalia ayah mertuaku keluar masuk Miss V ibu mertuaku, Ooh betapa! Aku saya senantiasa menyimpan hormat terhadap ayah dan ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga sayang sama kami, meskipun Riris ialah buah hati tirinya.

Pagi-pagi hari selanjutnya, saya ditelepon ibu mertuaku, meminta supaya petang harinya saya bisa mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di rumah sakit, sebab ayah mertuaku sedang pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Saya sih sependapat saja. Terang harinya kami jadi pergi ke rumah sakit, dan pulang telah sehabis maghrib. Aku umum saya senantiasa bersikap sopan dan hormat pada ibu mertuaku.

Dalam perjalan pulang itu, saya memberanikan diri bertanya, “Bu, ngapain sih dahulu ibu kok kecup Firman?”.

“Aah, kau ini kok maih diingat-ingat juga siih”, jawab ibuku sambil memandangku.

“Tapi dong buu, Kan asyiik”, kataku menarik hati.

“Naah, tambah kurang didik thoo, Ingat Riris lho Tom, Nanti kedengaran ayahmu juga dapat geger lho Tom”.

“Tapii, sesungguhnya mengapa siih bu, Firman jadi penasaran lho”.
“Aah, ini buah hati kok nggak berharap diem siih, Ketika eeh, anu, Tom, sesungguhnya waktu itu, waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok rupawan banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang didik itu kok membikin ibu jadi gemes banget deeh sama kau. Makanya waktu lampu mati itu, entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu dan merangkulmu. Ibu sesungguhnya jadi malu sekali. Ibu jenis apa kamu ini, masa lihat menantunya sendiri kok blingsatan”.

“Mungkin, setannya ya Firman ini Bu…, Kalau ini setannya itu juga deg-degan jika lihat ibu mertuanya. Ibu boleh percaya boleh tak, kadang-kadang jika Firman lagi sama Riris, bahkan bayangin Ibu lho. Bener-bener nih. Sumpah deh. Sekiranya Ibu pernah bayangin Firman nggak jika lagi sama Bapak”, saya kian berani.

“aah nggak tahu ah…, udaah…, udaah…, nanti jika keterusan kan nggak bagus. Padahal-hati setirnya. Nanti jika nabrak-nabrak disangkanya nyetir sambil pacaran ama ibu mertuanya. Pasti ibu yang disalahin orang, Tapi yang tua niih yang ngebet”, katanya.

“Kalau dua-duanya ngebet lo Bu. Buu, maafin Firman deeh. Firman jadi pengiin banget sama ibu lho…, Gimana niih, punya Firman sakit kejepit celana nihh”, saya makin berani.

“Aduuh Firman, jangan gitu dong. Ibu jadi sulit nih. Ketika terus jelas aja Firman.., Ibu jadi kayak orang jatuh cinta sama kau.., Sekiranya udah demikian ini, udah naik demikian ini, ibu jadi pengin ngeloni kau Tom…, Tom kita kencang pulang saja yaa…, Nanti diterusin dirumah…, Kita pulang ke rumahmu saja kini…, Toh lagi kosong khan…, Ketika Tom minggir sejenak Tom, ibu pengen kecup kau di sini”, kata ibu dengan bunyi bergetar.

Ooh saya jadi berdegub-debar sekali. Mungkin termakan juga sebab saya telah satu pekan tak bersetubuh dengan istriku. Saya jadi nafsu banget. Saya minggir di daerah yang agak gelap. Cepat kaca mobilku juga telah gelap, sehingga tak takut ketahuan orang. Saya dan ibu mertuaku berangkulan, berkecupan dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama ini kami saling merindukan.

“eehhm…, Firman ibu kangen banget Firman”, bisik ibu mertuaku.

“Firman juga buu”, bisikku.
“Firman…, udah dahulu Tom…, eehmm udah dahulu”, nafas kami memburu.

“Ayo jalan lagi…, Padahal-hati yaa”, kata ibu mertuaku.

“Buu penisku kejepit niih…, Sakit”, kataku.

“iich buah hati badung”, Pahaku dicubitnya.

“Okey…, buka dahulu ritsluitingnya”, katanya.

Hingga-kencang saya buka celanaku, saya turuni celana dalamku. Woo, segera berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu, saya tuntun untuk membatasi penisku.

“Aduuh Firman. Gede banget pelirmu…, Biar ibu pegangin, Ayo jalan. Padahal-hati setirnya”.

Saya masukkan persneling satu, dan kendaraan beroda empat melaju pulang. Penisku dipegangi ibu mertuaku, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh, gelii… sedap sekali. Aku berjalan hening, kami berdiam diri, tapi tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.

Aku di rumahku, saya turun membuka pintu, dan segera masuk garasi. Garasi saya tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tetamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana seperti itu tenang dan romantis, kami berpelukan lagi, berkecupan lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Saya ciumi ibu mertuaku dengan penuh nafsu. Saya rogoh buah dadanya yang senantiasa saya bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut.

“Buu, Firman kangen banget buu…, Firman kangen banget”.

“Aduuh Firman, ibu juga…, Peluklah ibu Tom, peluklah ibu” napasnya kian memburu.

Matanya terpejam, saya ciumi matanya, pipinya, saya libas bibirnya, dan lidahku saya masukkan ke mulutnya. Ibu agak terkejut dan membuka matanya. Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.

“Eehhmm.., Tom, ibu belum pernah kecupan seperti ini…, Lagi Tom masukkan lidahmu ke mulut ibu”

Ibu mendorongku perlahan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku dan berbisik, “Tom, bawalah Ibu ke kamar…, Enakan di kamar, jangan disini”.

Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Saya merasa tak sedap di daerah tidur kami. Saya merasa tak sedap dengan Riris seandainya kami menerapkan daerah tidur di kamar kami.

“Bu kita gunakan kamar tengah saja yaa”.

“Okey, Tom. Saya juga nggak sedap gunakan kamar tidurmu. Lebih bebas di kamar ini”, kata ibu mertuaku penuh pengertian. Saya remas bokongnya yang bahenol.

“iich.., dasar buah hati badung”, ibu mertuaku merengut manja.

Kami duduk di daerah tidur, sambil beciuman saya buka baju ibu mertuaku. Saya sungguh terpikat dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan buah dadanya yang besar menggantung menawan. Ibu saya rebahkan di daerah tidur. Celana dalamnya saya pelorotkan dan saya pelorotkan dari kakinya yang menawan. Sekali lagi saya terkagum memperhatikan Miss V ibu mertuaku yang tebal dengan bulunya yang tebal keriting. Aku saya membayangkan selama ini, Miss V ibu mertuaku benar tampak ke atas terganjal bokongnya yang besar. Saya tak bendung lagi memperhatikan estetika ibu mertuaku tengadah di depanku. Saya buka pakaianku dan penisku telah benar-benar tegak total. Ibu mertuaku memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Saya terbaring miring di samping ibu mertuaku. Saya ciumi, kuraba, kuelus semuanya, dari bibirnya hingga pahanya yang mulus.



Saya remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya saya main-mainkan. Liangnya vaginanya telah berair. Jariku saya basahi dengan cairan Miss V ibu mertuaku, dan saya usapkan lembut di clitorisnya. Ibu menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dikontrol ibu dan dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini telah mendesak untuk ditumpahkan dan diselesaikan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan kesudahannya membatasi penisku yang telah siap sedia masuk ke liang Miss V ibu mertuaku. Prediksi Bola

“Buu, saya kaangen banget buu…, Firmany kanget banget…, Firman buah hati badung buu..”, bisikku.

“Firman…, ibu juga. sshh…, masukin Firman…, masukin kini…, Ibu telah pengiin banget Firman, Firmanm…”, bisik ibuku tersengal-sengal. Saya naik ke atas ibu mertuaku bertelakn pada siku dan lututku.


Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu mertuaku. Kami berpandangan. Berpandangan amat mesra. Penisku dibimbingnya masuk ke liang vaginanya yang telah berair. Nafas dan digesek-pergesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya membatasi pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando penisku.

Kaki ibu mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan saya telah tak tabah lagi untuk masuk ke Miss V ibu mertuaku. Kepala penisku mulai masuk, makin dalam, makin dalam dan kesudahannya masuk semuanya hingga ke pangkalnya. Saya mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam Miss V yang berair dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali dan kesudahannya mulai menjelang.

“Masukkan setengah saja Tom. Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini…, Aduuh garis kepalanya enaak sekali”.

Nafsu kami kian menggelora. Saya kian kencang, kian memompa penisku ke Miss V ibu mertuaku. “Buu, Firman masuk seluruh, masuk seluruh buu”

“Iyaa Firman, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu marem banget” kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang kini dirapatkan.

Aduuh, vaginanya tebal banget. Saya paling tak bendung lagi jika telah demikian ini. Saya kian ngotot menyetubuhi ibu mertuaku, mencoblos Miss V ibu mertuaku yang licin, yang tebal, yang sempit (sebab telah kontraksi berharap puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membikin saya kian bernafsu. Aduuh, saya telah tak bendung lagi.

“Buu Firman berharap keluaar buu…, Aduuh buu.., enaak bangeet”.

“ssh…, hiiya Firman, keluariin Firman, keluarin”.

“Ibu juga berharap muncaak, berharap muncaak…, Firmanm, Tomm, Teruss Firmanm”, Kami berpagutan kuat-kuat. Aku kami terhenti. Penisku saya tekan kuat-kuat ke dalam Miss V ibu mertuaku.

Pangkal penisku berdetak-detak. menyemprotlah telah spermaku ke Miss V ibu mertuaku. Kami bersama-sama merasakan puncak persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah telah. Rasanya lemas sekali. Aku yang tadi hampir terputus kian menurun. Saya angkat badanku. Akan saya cabut penisku yang telah menancap dari dalam liang vaginanya, tapi dibendung ibu mertuaku.


“Biar di dalam dahulu Firman…, Ayo miring, kau berat sekali. Kalau nekad saja…, masa’ orang ditindih sekuatnya”, katanya sambil memencet hidungku. Kami miring, berhadapan, Ibu mertuaku memencet hidungku lagi, “Dasar buah hati kurang didik…, Berani sama ibunya.., Masa ibunya dinaikin, Ketika Firman…, ibu sedap banget, ‘marem’ banget. Ibu belum pernah menikmati seperti ini”.

“Buu, Firman juga buu. Mungkin sebab curian ini ya buu, bukan miliknya…, Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum”, kataku menggodanya.

“Huush, dasar buah hati badung.., Ayo dilepas Firman.., Aduuh semrawut niih Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih”.

“Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Saya pengin dikelonin ibu malam ini. Saya pengin diteteki hingga pagi”, kataku.

“Ooh jangan cah baik…, jika dituruti Ibu juga penginnya seperti itu. Ketika tak boleh seperti itu. Sekiranya ketahuan orang dapat geger deeh”, jawab ibuku.

“Ketika buu, Firman rasanya emoh pisah sama ibu”.

“Hiyya, ibu tahu, tetapi kita mesti gunakan otak dong. Toh, ibu tak akan melarikan diri.., justru jika kita tak hati-hati, semuanya akan bubar deh”.


Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berkecupan lagi penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tak bisa dihasilkan dalam kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan buah hati, antara seorang pria dan seorang wanita, kami berlapang dada mengasihi satu sama lain.

Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, menyentuh dan membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, hingga tegak lagi.

“Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam”.

Malam itu sungguh amat berkesan dalam hidupku. Hari-hari berikutnya berjalan normal seperti umumnya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan kerinduan kami cuma seandainya benar-benar aman. Aku kami banyak peluang untuk sekadar berkecupan dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata saja kami telah menyalurkan kerinduan kami. Kami kian tabah, semakain dewasa dalam menjaga relasi cinta-beri kami dan inilah akhir dari kisah.

No comments:

Post a Comment