Breaking

Friday, July 5, 2019

Cerita Sex Aku di perkosa Oleh Om ku Sendiri


www.supersemar88.blogspot.com - namaku Karina, usiaku 17 tahun dan saya merupakan buah hati kedua dari pasangan Menado-Sunda. Kulitku putih, tinggi sekitar 168 cm dan berat 50 kg. Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B. Dalam keluargaku, segala wanitanya rata-rata berbadan seperti saya, sehingga tak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang cantik hingga rela berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apa saja konsisten segini-segini saja.

Suatu petang dalam perjalanan pulang sehabis latihan cheers di sekolah, saya diperintah ayah mengantarkan surat-surat penting ke rumah sahabatnya yang awam dipanggil Om Robert. Kebetulan rumahnya memang lewat rumah kami sebab lokasinya di rumit yang sama di perumahan elit selatan Jakarta.

Om Robert ini walau usianya telah di akhir kepala 4, melainkan wajah dan gayanya masih seperti buah hati muda. Dari dahulu membisu-membisu saya sedikit naksir padanya. Habis kecuali rupawan dan rambutnya sedikit beruban, badannya juga tinggi tegap dan hobinya berenang serta tenis. Ayah ketahui dengannya semenjak semasa kuliah dahulu, oleh karena itu kami lumayan dekat dengan keluarganya.

Kedua si kecilnya sedang kuliah di Amerika, sedang istrinya aktif di kesibukan sosial dan tak jarang pergi ke pesta-pesta. Ibu tak jarang diajak oleh si Tante Mela, istri Om Robert ini, melainkan ibu senantiasa menolak sebab ia lebih bergembira di rumah.


Dengan dipandu supir, saya hingga juga di rumahnya Om Robert yang dari luar menonjol simpel melainkan di dalam ada kolam renang dan kebun yang luas. Semenjak kecil saya telah tak jarang ke sini, melainkan baru kali ini saya datang sendiri tanpa ayah atau ibuku. Masih dengan seragam cheers-ku yang terdiri dari rok lipit warna biru yang panjangnya belasan centi diatas paha, dan t-shirt ketat tanpa lengan warna putih, saya memencet bel pintu rumahnya sambil membawa amplop besar titipan ayahku.

Ayah memang sedang ada bisnis dengan Om Robert yang pengusaha kayu, karenanya akhir-akhir ini mereka termotivasi saling mengontak satu sama lain. Sebab ayah ada rapat yang tak bisa ditunda, karenanya suratnya tak bisa ia berikan sendiri.

Seorang asisten wanita yang telah lumayan tua keluar dari dalam dan membukakan pintu untukku. Sementara itu kusuruh supirku menungguku di luar.
Dikala menjelang ruang tetamu, si asisten berkata, “Tuan sedang berenang, Non. Tunggu saja di sini biar aku beritahu Tuan jikalau Non telah datang.”
“Makasih, Bi.” jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.

Telah 10 menit lebih menunggu, si bibi tak timbul-timbul juga, demikian itu pula dengan Om Robert. Sebab bosan, saya jalan-jalan dan hingga di pintu yang terbukti mengaitkan rumah itu dengan halaman belakang dan kolam renangnya yang lumayan besar. Kubuka pintunya dan di tepi kolam kulihat Om Robert yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh dengan handuk.

“Ooh..” pekikku dalam hati demi memperhatikan tubuh atletisnya terlebih bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di antara kedua pahanya.
Wajahku agak memerah sebab mendadak saya jadi horny, dan payudaraku terasa gatal. Om Robert menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan tatapan goblok, ia malahan ngakak dan memanggilku untuk menghampirinya.

“Halo Karin, apa informasi kau..?” sapa Om Robert hangat sambil memberikan sun di pipiku.
Saya malahan balas sun ia walau kagok, “Oh, bagus Om. Om sendiri apa informasi..?”
“Om bagus-bagus aja. Kau baru pulang dari sekolah yah..?” tanya Om Robert sambil memandangku dari atas hingga ke bawah.
Tatapannya stop sejenak di dadaku yang membusung terbalut t-shirt ketat, meski saya sendiri cuma bisa tersenyum memperhatikan tonjolan di celana renang Om Robert yang ketat itu mengeras.

“Iya Om, baru latihan cheers. Tante Mella mana Om..?” ujarku basa-basi.
“Tante Mella lagi ke Bali sama sahabat-sahabatnya. Om ditinggal sendirian nih.” balas Om Robert sambil memasang kimono di tubuhnya.
“Ooh..” jawabku dengan nada sedikit kecewa sebab tak bisa memperhatikan tubuh atletis Om Robert dengan leluasa lagi.
“Ke dapur yuk..!”

“Kau berkeinginan minum apa Rin..?” tanya Om Robert dikala kami hingga di dapur.
“Air putih aja Om, biar awet muda.” jawabku asal.
Sambil menunggu Om Robert menuangkan air dingin ke gelas, saya pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas sebab tak ada tempat duduk di dapurnya.
“Tempat di sini boleh yah Om..?” tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan memperbolehkan paha putihku makin tinggi menonjol.
“Boleh kok Rin.” kata Om Robert sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.

Tapi entah sebab pandangannya terpaku pada metode dudukku yang menarik hati itu atau memang beneran tak sengaja, kakinya tersandung ujung keset yang berada di lantai dan Om Robert malahan limbung ke depan sampai menumpahkan isi gelas tadi ke pakaian dan rokku.
“Aaah..!” pekikku terkejut, sedang kedua tangan Om Robert segera menggapai pahaku untuk membendung tubuhnya supaya tak jatuh.
“Aduh.., begimana sih..? Om nggak sengaja Rin. Maaf yah, pakaian kau jadi berair segala tuh. Dingin nggak airnya tadi..?” tanya Om Robert sambil buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan kaosku.

Saya yang masih kaget cuma membisu memandang tangan Om Robert yang berada di atas dadaku dan matanya yang kelihatan berpusat menyeka kaosku. Putingku tercetak kian terang di balik kaosku yang berair dan tiupan napasku yang memburu menerpa wajah Om Robert.
“Om.. udah Om..!” kataku lirih.
Ia malahan menoleh ke atas melihat wajahku dan bukannya menjauh pun meletakkan kain lap tadi di sampingku dan mendekatkan kembali wajahnya ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.

“Kau menawan, Karin..” ujarnya lembut.
Saya jadi tertunduk malu tetapi tangannya mengangkat daguku dan malah menciumku ideal di bibir. Saya refleks memejamkan mata dan Om Robert kembali menciumku tetapi kini lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam mulutku. Saya berkeinginan menolak rasanya, tetapi dorongan dari dalam tak bisa berdusta. Saya balas melibas bibirnya dan tanganku meraih pundak Om Robert, sedang tangannya sendiri menyentuh-raba pahaku dari dalam rokku yang makin terangkat sampai menonjol terang celana dalam dan selangkanganku.

Kecupannya makin buas, dan sekarang Om Robert turun ke leher dan menciumku di sana. Sambil berkecupan, tanganku meraih pengikat kimono Om Robert dan membukanya. Tanganku menyusuri dadanya yang bidang dan bulu-bulunya yang lebat, kemudian menciumnya lembut. Sementara itu tangan Om Robert juga tak berkeinginan keok bergerak mengelus celana dalamku dari luar, kemudian ke atas lagi dan meremas payudaraku yang telah gatal sedari tadi.

Saya melenguh agak keras dan Om Robert malahan makin termotivasi meremas-remas dadaku yang montok itu. Pelan ia melepaskan kecupannya dan saya memperbolehkan ia melepas kaosku dari atas. Sekarang saya duduk cuma mengenakan bra hitam dan rok cheersku itu. Om Robert memandangku tak berkedip. Kemudian ia bergerak kencang melibas kembali bibirku dan sambil french kissing, tangannya melepas kaitan bra-ku dari belakang dengan tangannya yang cekatan.

Sekarang dadaku benar-benar telanjang bulat. Saya masih merasa aneh sebab baru kali ini saya telanjang dada di depan pria yang bukan pacarku. Om Robert mulai meremas kedua payudaraku bergantian dan saya memilih untuk memejamkan mata dan merasakan saja. Tiba-tiba saya merasa putingku yang telah tegang imbas nafsu itu menjadi berair, dan terbukti Om Robert sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya yang panjang dan tebal. Uh.., terampil sekali ia melibas, mengecup, menarik-narik dan menghisap-hisap puting kiri dan kananku.

Tanpa kusadari, saya malahan mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu pun kian membikin Om Robert bernafsu.
“Oom.. aah.. aah..!”
“Rin, kau kok seksi banget sih..? Om menyenangi banget sama badan kau, baik banget. Apalagi ini..” godanya sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang.
“Ahh.., Om.. gelii..!” balasku manja.

“Sshh.. jangan panggil ‘Om’, kini panggil ‘Robert’ aja ya, Rin. Kau kan udah gede..” ujarnya.
“Iya deh, Om.” jawabku badung dan Om Robert malahan sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.
“Eeeh..! Om.. eh Robert.. geli aah..!” kataku sambil sedikit cemberut melainkan ia tak menjawab malah mengecup bibirku mesra.

Entah kapan tepatnya, Om Robert sukses meloloskan rok dan celana dalam hitamku, yang pasti tahu-tahu saya telah telanjang bulat di atas meja dapur itu dan Om Robert sendiri telah melepas celana renangnya, cuma tinggal mengaplikasikan kimononya saja. Sekarang Om Robert membungkuk dan jilatannya pindah ke selangkanganku yang sengaja kubuka selebar-lebarnya supaya ia bisa memperhatikan isi vaginaku yang merekah dan berwarna merah muda.

Kemudian lidah yang hangat dan berair itu malahan pindah ke atas dan mulai mengerjai klitorisku dari atas ke bawah dan demikian itu terus berulang-ulang sampai saya mengerang tak terbendung.
“Aeeh.. uuh.. Rob.. aawh.. ehh..!”
Saya cuma bisa mengelus dan menjambak rambut Om Robert dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berupaya berpegang pada atas meja untuk menyangga tubuhku supaya tak jatuh ke depan atau ke belakang.

Badanku terasa mengejang serta cairan vaginaku terasa mulai meleleh keluar dan Om Robert malahan menjilatinya dengan kencang hingga vaginaku terasa kering kembali. Badanku kemudian direbahkan di atas meja dan diperbolehkannya kakiku menjuntai ke bawah, sedang Om Robert melebarkan kedua kakinya dan siap-siap memasukkan penisnya yang besar dan telah tegang dari tadi ke dalam vaginaku yang juga telah tak tabah berkeinginan disusupi olehnya.

Pelan Om Robert mensupport penisnya ke dalam vaginaku yang sempit dan penisnya mulai menggosok-gosok dinding vaginaku. Rasanya benar-benar sedap, geli, dan entah apa lagi, pokoknya saya cuma memejamkan mata dan merasakan semuanya.
“Aawww.. gede banget sih Rob..!” ujarku sebab dari tadi Om Robert belum sukses juga memasukkan semua penisnya ke dalam vaginaku itu.
“Iyah.., bendung sejenak yah Sayang, organ intim wanita kau juga sempitnya.. ampun deh..!”
Saya tersenyum sambil membendung gejolak nafsu yang telah menggebu.

Hasilnya sesudah lima kali lebih mencoba masuk, penis Om Robert sukses masuk seluruhnya ke dalam vaginaku dan pinggulnya malahan mulai bergerak maju mundur. Makin lama gerakannya makin kencang dan terdengar Om Robert mengerang keenakan.
“Ah Rin.. nikmat Rin.. aduuh..!”
“Iii.. iyaa.. Om.. enakk.. ngentott.. Om.. teruss.. eehh..!” balasku sambil merem melek keenakan.

Om Robert tersenyum mendengarku yang mulai meracau ngomongnya. Memang jikalau telah seperti ini umumnya keluar kata-kata kasar dari mulutku dan terbukti itu membikin Om Robert kian nafsu saja.
“Awwh.. awwh.. aah..!” orgasmeku mulai lagi.
Tak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Robert yang masih berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam vaginaku. Diputar demikian itu rasanya cairanku menetes ke jeda-jeda paha kami dan friksinya benar-benar sedap.

Sekarang posisiku membelakangi Om Robert dan ia malahan mulai menggenjot lagi dengan gaya doggie style. Badanku membungkuk ke depan, kedua payudara montokku menggantung bebas dan ikut serta berayun-ayun tiap-tiap kali pinggul Om Robert maju mundur. Saya malahan ikut serta memutar-mutar pinggul dan pantatku. Om Robert mempercepat gerakannya sambil kadang kala meremas gemas pantatku yang semok dan putih itu, kemudian bermigrasi ke depan dan mencari putingku yang telah amat tegang dari tadi.

“Awwh.. lebih keras Om.. pentilnya.. puterr..!” rintihku dan Om Robert serta merta meremas putingku lebih keras lagi dan tangan satunya bergerak mencari klitorisku.
Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang memperhatikan Om Robert yang sedang merem melek keenakan. Sinting rasanya tubuhku banjir peluh dan nikmatnya tangan Om Robert di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.

Putingku diputar-putar makin keras sambil kadang kala payudaraku diremas kuat. Klitorisku digosok-gosok makin sinting, dan hentakan penisnya keluar masuk vaginaku makin kencang. Hasilnya orgasmeku mulai lagi. Bagai terkena badai, tubuhku mengejang kuat dan lututku lemas sekali. Seperti juga dengan Om Robert, hasilnya ia ejakulasi juga dan memuncratkan spermanya di dalam vaginaku yang hangat.

“Aaah.. Riin..!” erangnya.
Om Robert melepaskan penisnya dari dalam vaginaku dan saya berlutut lemas sambil bersandar di samping meja dapur dan memegang napasku. Om Robert duduk di sebelahku dan kami sama-sama masih terengah-engah sesudah pertempuran yang mengasyikan tadi.

“Sini Om..! Karin bersihin sisanya tadi..!” ujarku sambil membungkuk dan menjilati sisa-sisa cairan cinta tadi di sekitar selangkangan Om Robert.
Om Robert cuma terdiam sambil mengelus rambutku yang telah acak-acakan. Sesudah bersih, gantian Om Robert yang menjilati selangkanganku, kemudian ia mengumpulkan baju seragamku yang berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.


Sesudah mencuci vaginaku dan mengaplikasikan seragamku kembali, saya keluar menemui Om Robert yang terbukti telah mengaplikasikan t-shirt dan celana kulot, dan kami sama-sama tersenyum.
“Rin, Om meminta maaf yah pun seperti ini jadinya, kau nggak menyesal kan..?” ujar Om Robert sambil menarik diriku duduk di pangkuannya.
“Enggak Om, dari dahulu Karin emang bergembira sama Om, berdasarkan Karin Om itu temen ayah yang paling rupawan dan bagus.” pujiku.
“Makasih ya Sayang, ingat jikalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?” balasnya.
“Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om terampil deh.”
“Iya Rin, kau juga. Om aja nggak nyangka kau dapat muasin Om kayak tadi.”
“He.. he.. he..” saya tersipu malu.

“Oh iya Om, ini titipannya ayah hampir lupa.” ujarku sambil buru-buru menyerahkan titipan ayah pada Om Robert.
“Iya, makasih ya Karin sayang..” jawab Om Robert sambil tangannya menyentuh pahaku lagi dari dalam rokku.
“Aah.. Om, Karin musti pulang nih, udah petang.” elakku sambil melepaskan diri dari Om Robert.
Om Robert malahan berdiri dan mengecup pipiku lembut, kemudian mengantarku ke kendaraan beroda empat dan saya malahan pulang.

Di dalam kendaraan beroda empat, supirku yang mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi malahan bertanya.
“Non, kok lama betul-betul sih nganter amplop doang..? Dibendung dahulu yah Non..?”
Sambil membendung tawa saya malahan berkata, “Iya Pak, diberikan ‘wejangan’ pula..”
Supirku cuma bisa memandangku dari kaca spion dengan pandangan tak paham dan saya cuma membalasnya dengan senyuman rahasia. 

No comments:

Post a Comment