Breaking

Saturday, May 18, 2019

Cerita Seks Ngentot dengan Dokter Terapis ku Sendiri


SERBACASINO - Kata orang, akulah orang yang paling gembira di dunia, Bayangkan tinggal di Surabaya yang disebut-ucap adalah kota besar kedua di Indonesia dengan uang banyak, mempunyai puluhan perusahaan dan cabang- cabangnya di semua Indonesia, isteri menawan dan sexy, dan seluruh orang mengenalku dengan bagus.

Tetapi dalam hati kecilku, saya merasa ada sesuatu yang kurang. Sesudah menikah kurang lebih 3 tahun, kami belum dikaruniai si kecil. Memang kelemahannya ada pada diriku. Meskipun saya tampan dan berbadan tinggi besar dan tegap, saya senantiasa mengalami kegagalan dikala berkaitan intim dengan isteri. Ya, sekitar dua tahun sebelum kami menikah, saya mengalami kecelakaan lalu lintas.

Motorku ditubruk dari belakang oleh sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi dan berupaya mendahului motor yang kukendarai. Dikala itu rupanya ada kendaraan beroda empat yang timbul dari arah berlawanan, sehingga untuk menghindari “adu kambing” truk itu membanting activity ke kiri dan menubruk motorku. Saya terjungkal dan terbanting ke aspal di siang bolong. Untunglah saya tak cedera.

Cuma kedua tanganku sedikit tergores dan pantatku sakitnya bukan main. Terbukti saya jatuh terduduk di pinggir jalan aspal dekat trotoar jalan. Seorang bapak yang ikut serta menyaksikan kecelakaan itu seketika memapahku berdiri dan membawaku ke rumah sakit terdekat.


Semenjak itu, seandainya saya berkaitan intim dengan Lilian, isteriku, saya senantiasa tak bisa menjalankan tugasku dengan bagus. Penisku tak dapat berdiri. Kadang dapat berdiri tetapi sejenak belum juga masuk dengan tepat.. eh.. telah menyemprotkan cairan mani.

Sebagian dokter sudah kudatangi. Tetapi kesembuhanku belum juga timbul. Tadinya timbul pandangan baru supaya saya mencoba-coba untuk “jajan” di lokalisasi. “Ah..” pikirku lagi, “Nanti pun kena AIDS atau HIV. Lebih repot lagi kan?”

Nah, suatu hari saya mendengar dari sahabat karibku, Hartono, bahwa di Jakarta katanya ada seorang dokter pakar yang dapat menyembuhkan kelainan-kelainan seks dengan tarif relatif murah dan tanpa efek samping. Lalu dengan persetujuan isteriku, saya bahkan mengambil cuti selama seminggu untuk berangkat ke sana.

Sebab punya sanak famili yang tinggal di komponen barat Jakarta, saya bahkan tanpa kesusahan menemukan dokter yang kucari. Daerah prakteknya rupanya berlokasi di lantai 18 sebuah apartemen mewah di sentra kota. Saya tadinya merasa deg-degan dan agak malu untuk naik ke sana.

Bagaimana jika dokter itu merekomendasikan yang tak-tak kepadaku? Lalu.. apakah akibatnya akan optimal seperti yang kuharapkan? Beraneka pertanyaan lain terus saja berkumandang dalam hati kecilku.

Tetapi jikalau kuingat raut wajah Lilian yang cemberut dan penuh kekecewaan jikalau penisku tak dapat tegang atau baru masuk ke permukaan vaginanya, saya telah ejakulasi.. wah.. lebih bagus saya mencoba saja ke sana deh, siapa tahu ada mujizat yang terjadi. Benar kan?

Dikala saya hingga di ruangan kantor yang benar-benar mewah itu, kulihat seorang gadis menawan yang masih berumur sekitar 22-23 tahun sedang menulis sesuatu dan kemudian memandangku dengan ramah. “Ingin ikut serta terapi, Pak?” dia bertanya dengan seulas senyum di bibirnya yang imut.

“Ya, maaf.. Dokternya ada?” tanyaku ragu-ragu. “Saat ini kebetulan Dokter Amy Yip sedang tak ada pasien..” ujarnya. “Dokter Amy Yip… Kok kayak nama bintang blur mandarin sih, Mbak… apa dia berasal dari Hongkong?”

“Betul sekali… Memang namanya Yip Chi Mei, dia seorang dokter pakar terapi seksual asal Indonesia jebolan Hongkong Medical College… dan dia lebih menyukai dipanggil dengan nama Dokter Amy Yip.” katanya memberi penjelasan.

Sesudah mengisi formulir yang berisi data-data pribadi, saya lantas didampingi ke daerah prakter dokter itu. Gadis yang baru-baru ini kuketahui bernama Sally itu kemudian mengetuk pintu ruang praktek Dokter Amy Yip. Pintu bahkan dibuka dari dalam. Benar saja dugaanku. Di sana berdiri seorang wanita menawan mengenakan blazer hitam dan berumur sekitar 30 tahun. Dia berbulu ikal sebahu. Oh rupanya ini dokternya!

“Maaf Dok… ini ada Bapak Kuntoro dari Surabaya berkeinginan ikut serta terapi… ini data-data lengkapnya.” ujar Sally sambil memberikan formulir yang telah kuisi dan mempersilakan saya masuk ke kantor itu. Sally bahkan berjalan kembali ke meja kerjanya di depan ruangan itu. “Silakan masuk, Pak…” ujar dokter menawan itu. “Bagus, terima beri.” jawabku singkat.

Sesudah kami duduk di dalam ruang praktek itu, Dokter Amy Yip kemudian mulai menanyakan sebagian hal yang benar-benar pribadi padaku. Sebab kurasa dia seorang dokter yang seharusnya tahu benar situasi dari kehidupan seks rumah tanggaku, termasuk bagaimana saya berkaitan intim, saya bahkan menerangkan semuanya.

Salah satu pertanyaannya merupakan, “Kaprah-kaprah Bapak dapat bendung berapa absolutist dalam berkaitan intim dengan isteri?” atau, “Gaya apa yang paling Bapak sukai jikalau berkaitan intim dengan isteri?”

Mendengar seluruh jawabanku, dia bahkan mengangguk-angguk pertanda paham. Lalu dengan sorot mata tajam dia memandangku serta berkata, “Pak Kuntoro, aku rasa sebaiknya kita dapat mengadakan terapi seks kini juga.

Di sebelah sana ada ranjang yang dapat Bapak pakai untuk itu… Di sana aku akan menguji ketahanan Bapak untuk tak berejakulasi selama sebagian menit… kalo memungkinkan nanti kita dapat berkaitan intim guna progres penyembuhan lebih lanjut. Gimana Pak.. apa Bapak sependapat?” “Wah… ini toh yang namanya terapi seks. Jika demikian ini sih pasti saya berharap sekali,” pikirku dalam hati.

Tanpa pikir panjang lagi saya menyahut, “Baiklah… Terserah Dokter saja, gimana pantasnya…” Dalam pikiranku tiba-tiba timbul bayang-bayang gimana kaprah-kaprah format tubuh Dokter Amy Yip ini nanti jika dia telanjang. Pikiran seperti ini lantas saja membikin penisku tiba-tiba menegang dan keras.

Kemudian kami berjalan menuju ranjang terapi yang dimaksud. Sesudah saya duduk dengan bersandarkan bantal, dokter menawan itu duduk dengan santai di hadapanku. Dia kemudian dengan sengaja membuka seluruh pakaian luarnya.

Walhasil yang ketinggalan cuma BH dan celana dalamnya. “Pak Kuntoro, silakan Bapak menyentuh-raba aku… terserah Bapak berharap menyentuh komponen tubuh aku yang mana… nanti kita lihat berapa menit waktu yang Bapak perlukan untuk ejakulasi…” instruksinya. Tentu saja saya berharap menjalankannya dengan gembira hati. Wong yang di depanku, tubuh dokter itu seperti itu mulus dan putih.

Payudaranya saja seperti itu terlihat ke depan. Mungkin ukuran 36B, seperti hendak meloncat keluar dari penutupnya. Dengan perlahan kuelus wajah dokter itu, lalu lehernya yang tahapan. Kemudian tangan kananku turun ke bukit kembarnya. Kuraba perlahan dan kuremas-remas. Lalu tangan kiriku bergerak menuju CD-nya. Tetapi, sekonyong-konyong ada sesuatu yang berharap meledak dalam tubuhku. Saya buru-buru menghentikan rabaan-rabaanku.

“Hanya dua menit kurang 25 detik… aku rasa situasi ini masih dapat disembuhkan, Pak… Sebelumnya ada pasien aku yang lebih buruk keadaannya… asal Bapak berharap telaten berobat setiap hari ke sini…” Dokter Amy Yip menimpali sesudah mengamati arloji yang dikenakannya.

Saat itu terapi seks yang seharusnya kujalani selesai telah. Sesudah mengenakan bajunya kembali dan kami kembali duduk di meja kerjanya, dokter itu lalu berkata, “Mohon diingat ya, Pak… apa yang kita lakukan barusan hanyalah sebatas untuk terapi… bukan untuk dilaksanakan di luar jam kerja aku…” Oh, saya paham maksudnya.

Dia tak berharap kuajak kencan di luar praktek terapinya. Hanya tata tertibnya. Ah tak apa-apa bagiku. Toh saya orangnya loyal pada isteriku. Walau Lilian lebih galak dari dokter ini, tapi dia kan isteriku dan eks pacarku. Iya kan?

Keesokan harinya, masih dengan terapi yang sama. Hanya Dokter Amy sekarang tak mengenakan BH. Benar adanya, kedua bukit kembarnya itu seperti itu besar, cepat dan benar-benar menantang. Putingnya berwarna merah kecoklatan seperti tegak siap untuk disedot.

Dia berkata, “Silakan Bapak berharap meremas atau mengulum atau menjilat payudara aku… terserah… aku cuma berkeinginan tahu Bapak dapat bendung berapa absolutist untuk tak ejakulasi.” Tanpa menunggu instruksi berikutnya, saya lantas saja menyentuh dan meremas kedua bukit kembarnya. Kemudian kuarahkan mulutku untuk menikmati nikmatnya payudara itu.

Saya menghisap, menjilat dan mengulum putingnya. Dia terlihat merem-melek menikmatinya. Besok dua menit berlalu. Aku kembali saya mengalami ejakulasi. Spermaku tersemprot hebat.

Untunglah kali ini saya masih sempat membuka reitsleting celanaku dan membimbing penisku yang telah tegang dan membesar itu ke ember khusus untuk hasil air mani terapi. “Dua menit lebih 5 detik… hari ini ada peningkatan, Pak…” jawabnya sambil menyunggingkan senyum sesudah semuanya selesai.

“Perkiraan kita lanjutkan lagi. Jangan cemas, Pak… Aku aku pada hari keempat nanti… waktu Bapak untuk bendung tak ejakulasi pasti lebih dari sepuluh menit. Aku jamin, Pak.” Lalu hari itu kami bahkan berpisah. Saya pulang ke auberge tempatku menginap dengan beraneka pikiran seputar kemauan kesembuhan berikutnya yang akan kualami serta terapi apa yang akan dilaksanakannya satu hari setelah hari ini kepada diriku.

Saat ketiga… Kali ini kami berdua benar-benar telanjang bulat. Dokter Amy sekarang yang mengambil inisiatif. Dia sengaja yang membuka baju yang kukenakan hingga saya benar-benar bugil. Lalu kemudian dia membuka bajunya sendiri.

Dikala dia menjalankannya, matanya tidak lepas dari mengamati senjataku. Entah apa yang ada di benaknya. Yang pasti dikala itu senjataku belum tegang malahan sampai dia membuka CD-nya. Ketegangan dalam diriku mungkin sedikit banyak tak menolong dalam menstimulasi penis yang kumiliki.

Lalu dia duduk di pinggir ranjang. Kali ini dengan sengaja dia meraih senjataku lalu dikocok-kocoknya dengan perlahan tetapi pasti. Sementara tanganku dibiarkan menyentuh apa saja yang ada di tubuhnya.

Sesudah kocokannya mulai menampilkan hasil, dia bahkan menunduk dan membimbing penisku ke mulutnya. Dengan telaten dia menjilat, menghisap dan mengulum penis ajaibku. Wah… hampir saja saya berkeinginan ejakulasi. Tetapi saya berupaya untuk membendungnya karena saya berkeinginan mengenal rasanya jikalau dia terus mengobok-obok penisku.

Dia lalu menyuruhku untuk merubah posisi. Sesudah saya disuruhnya untuk menghisap klitorisnya, meski dia dengan penuh motivasi terus menghisap dan menjilat-jilat penisku. Sebab tak bendung menghadapi kuluman dan hisapan mulutnya, saya terpaksa seharusnya melepaskan sesuatu yang seperti akan meledak dalam diriku.

Aku benar.. “Crot.. crot.. crot.. crot..” Dengan derasnya maniku tertumpah di dalam mulut dokter itu. Entah sengaja atau tak, Dokter Amy Yip tak berharap melepaskan penisku dari mulutnya. Wah..! Sesudah semprotan maniku habis, dan penisku dibersihkan dengan tisu di tepi ranjang, kembali dia memberikan evaluasi terapi yang kujalani. “Lumayan…” katanya sambil melirik jam tangan.

“Sepuluh menit lebih dua detik… Bapak pasti akan sembuh… Aku rasa pada terapi kita yang terakhir akan benar- benar rupanya bahwa keadaan ketahanan penis Bapak untuk tak terlalu pesat berejakulasi dikala berkaitan intim merupakan normal- accustomed saja. Bagaimana, Pak… apa Bapak berharap melanjutkan terapi yang terakhir satu hari setelah hari ini?”

Tentu saja saya berharap melanjutkannya. Wong diperintah berkaitan intim dengan chargeless dikala terapi, siapa yang nggak berharap? Saya bahkan kemudian mengiyakan anjurannya itu. Sesudah yang kuduga rupanya keesokan harinya Dokter Amy Yip tak lagi mengenakan apa-apa di balik pakaian prakteknya.

Saya bahkan seketika membuka seluruh pakaianku. Lalu dengan ganas kuserbu tubuhnya yang telah meringkuk menantang di atas ranjang. Pertama kucium keningnya, lalu turun ke bibir, pipi, leher sampai payudaranya yang benar-benar kenyal itu. Di sana kujilat dan kupelintir putingnya yang merah kecoklatan. Dia bahkan merem-melek.

Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Kemudian kepalaku bergerak menuju pangkal pahanya. Di sana kembali kujilati bibir organ intim wanita dan klitorisnya. Kujulurkan lidahku ke dalam vaginanya sambil tangan kananku terus meremas-remas payudaranya.

Sesudah sebagian menit, rupanya penisku telah berdiri tegang dan mengeras. Tanpa menunggu disuruh lagi, kuarahkan penisku ke liang kewanitaannya. Dengan sekali sentak, masuklah penisku dengan mudahnya.

Terbukti dia telah tak perawan. Tanpa sulit payah saya terus menggenjot dan memompa penisku supaya dapat benar-benar memuaskan dirinya. Dikala itu saya lupa segalanya, terapi, isteriku yang sedang menunggu dengan harap khawatir di Surabaya, profesi di kantor yang menumpuk, dan lain-lain.

Pokoknya kans ini tak dapat dilewatkan. Sementara itu Dokter Amy Yip terus saja menggoyang-goyangkan bokongnya dengan lembut. Dia mencoba untuk mengimbangi serangan gencarku.

Sekitar lima belas menit berlalu. Aku tiba-tiba saja perasaanku seperti melayang. Saya menikmati kenikmatan luar awam. “Saya berkeinginan keluar, Dok… sebaiknya di dalam atau…” tanyaku di tengah-tengah kenikmatan yang kurasakan.

“Di dalam saja Pak… biar enak…” jawabnya seenaknya. Terbukti dia bahkan akan mengalami orgasme. Aku benar, sebagian dikala kemudian dia orgasme. Kemaluanku seperti disemprot dalam liang vaginanya. Sementara itu spermaku bahkan dengan derasnya mengalir ke dalam liang vaginanya.


Saya bahkan hasilnya jatuh tertidur di atas tubuhnya. Besok dokter itu masih ingat bahwa apa yang kami lakukan merupakan terapi. Dia seketika melirik arlojinya dan seketika membangunkanku.

“Lima belas menit sepuluh detik… selamat Pak Kuntoro… keadaan Anda kembali normal… malahan amat normal..” ujarnya sambil mengenakan bajunya kembali dan menyalamiku. Saya yang baru saja keletihan melayani nafsu seksnya dengan metode berkaitan intim tentu saja tertegun. Lima belas menit? Wah hebat. Saya sembuh, Lilian! Saya sembuh! Hampir saja saya meloncat-loncat.

Sesudah membereskan semuanya, saya bahkan seketika pulang ke Surabaya malam itu juga.  bahagianya saya kini. Pasti Lilian akan bersuka cita menyambut kesembuhanku. Aku benar dugaanku.

Dikala ini telah tiga bulan kejadian itu berlalu. Lilian bahkan mulai menampilkan pertanda-pertanda kehamilan. Menstruasinya telah telat seminggu.

No comments:

Post a Comment